AL-IIJAAB & AL-WAAJIB (UF-005) Bagian 2
Jenis-Jenis Wajib
📕 أقسام الواجب:
📌 باعتبار وقت أدائه: واجب مطلق وواجب مؤقت.
📌 باعتبار مقداره: واجب محدد وواجب غير محدد.
📌 باعتبار المطالب بأدائه: واجب عيني وواجب كفائي.
📌 باعتبار الفعل المأمور به: واجب معين وواجب مخير.
📌 باعتبار جواز إسقاطه: حقوق الله وحقوق العباد.
📕 Kewajiban dapat dibagi menjadi beberapa jenis sesuai sudut pandang tertentu:
📌 Menurut sudut pandang waktu pelaksanaannya:
waajib muthlaq dan waajib mu-aqqat.
📌 Menurut sudut pandang kadarnya:
waajib muhaddad dan waajib ghairu muhaddad.
📌 Menurut sudut pandang pelaksananya:
waajib ‘aini dan waajib kifaa-i.
📌 Menurut sudut pandang amal yang diperintahkan:
waajib mu’ayyan dan waajib mukhayyar.
📌 Menurut kebolehan penghapusannya:
📌 Jenis Kewajiban Menurut Waktu Pelaksanaannya
1. Al-Waajib Al-Muthlaq
Sebagian ulama menyebutnya dengan istilah waajib ‘alat-taraakhii (kewajiban yang dapat ditunda pelaksanaannya).
✅ Definisinya:
الواجب المطلق (الواجب على التراخي) هو: ما طلب الشارع فعله طلبا جازما دون أن يقيد أداءه بوقت معين.
Waajib muthlaq adalah sesuatu yang dituntut tegas oleh syari’at untuk dilaksanakan tanpa menentukan waktu pelaksanaannya secara khusus.
Mukallaf dapat melaksanakannya kapan saja ia mau, dan ketika ia telah melakukannya, maka gugurlah kewajibannya. Namun sebaiknya ia melaksanakannya segera tanpa menunda, karena ajal tidak dapat ia ketahui kapan datangnya, sehingga ia dapat meraih banyak kebaikan dari pelaksanaannya.
✅ Contoh kewajiban yang termasuk ke dalamnya ialah nazar muthlaq (tanpa pembatasan waktu), qadha puasa Ramadhan menurut ulama Hanafiyyah, kafarat sumpah, haji satu kali seumur hidup menurut Imam Syafi’i dan Muhammad bin Al-Hasan Al-Hanafi, dan lain-lain.
2. Al-Waajib Al-Mu-aqqat
الواجب المؤقت: ما طلب الشارع فعله طلبا حتما في وقت معين.
✅ Waajib Mu-aqqat adalah sesuatu yang dituntut tegas oleh syari’at untuk dilaksanakan pada waktu tertentu.
Dalam hal ini waktu adalah bagian asasi dari pelaksanaan kewajiban, sehingga mukallaf tidak dapat melaksanakannya sebelum atau setelah waktu yang ditetapkan. Oleh karena itu para ulama mengatakan bahwa di dalam waajib mu-aqqat itu ada dua kewajiban: kewajiban pelaksanaannya, dan kewajiban waktunya, sehingga balasannya pun dua bagian, seperti shalat lima waktu, dan puasa Ramadhan. Siapa yang melaksanakannya setelah keluar dari batas waktunya, bererti ia telah meninggalkan kewajiban waktunya, dan berdosa jika dilakukannya tanpa udzur syar’i.
📒 Waajib mu-aqqat ini dapat kita bagi menjadi 3 (tiga):
2A. Waajib Mu-aqqat Bi Waqtin Mudhayyaq (Waajib Mudhayyaq)
الواجب المؤقت بوقت مضيق (الواجب المضيق) هو: الواجب المؤقت الذي يستغرق جميع الوقت المحدد له، بحيث لا يستطيع المكلف أداء غيره من جنسه.
✅ Waajib mudhayyaq adalah waajib mu-aqqat yang pelaksanaannya menghabiskan seluruh waktu yang disediakan untuknya sehingga mukallaf tidak dapat melaksanakan ibadah lain yang sejenis, seperti puasa Ramadhan, di mana mukallaf tidak dapat melaksanakan puasa lain di bulan itu, karena puasa Ramadhan menghabiskan seluruh bulan Ramadhan.
Oleh karena itu, para ulama sepakat jika seseorang berniat puasa secara mutlak di bulan Ramadhan tanpa menyebutkan dalam niatnya puasa Ramadhan, maka niatnya itu sah dan puasanya menjadi puasa Ramadhan.
Tetapi para ulama berbeda pendapat seandainya ada seseorang yang berniat puasa sunnah atau puasa lain di bulan Ramadhan, para ulama mazdhab Hanafi mengatakan bahwa secara otomatis puasanya menjadi puasa Ramadhan. Namun jumhur ulama mengatakan bahwa niatnya itu tidak sah sehingga puasanya juga tidak sah baik untuk Ramadhan atau untuk yang lain.
إنما الأعمال بالنيات (رواه البخاري ومسلم)
Sesungguhnya amal-amal itu sesuai niatnya. (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam hal ini, para ulama muhaqqiqiin (peneliti) dari mazdhab Hanafi menguatkan pendapat jumhur ulama.
2B. Waajib Mu-aqqat Bi Waqtin Muwassa’ (Waajib Muwassa’)
الواجب المؤقت بوقت موسع (الواجب الموسع) هو: الواجب المؤقت الذي يتسع وقته لأدائه ولأداء غيره من جنسه.
✅ Waajib muwassa’ adalah waajib mu-aqqat yang waktunya cukup untuk melaksanakan kewajiban tersebut sekaligus ibadah lain yang sejenis, misalnya shalat zuhur, mukallaf dapat melaksanakannya pada selang waktu yang ditentukan (dari awal hingga akhir), sekaligus ia dapat mengerjakan shalat sunnah diantaranya.
Waajib muwassa’ dapat berubah menjadi waajib mudhayyaq, jika mukallaf merasa yakin bahwa ia tidak mampu melaksanakannya di akhir waktu, seperti orang yang akan dihukum mati pada jam 12.30, ia harus melaksanakan shalat zuhur tepat pada waktunya, begitu pula seorang perempuan yang yakin (karena keteraturan dan kebiasaan) bahwa setelah waktu shalat ‘isya tiba hari itu ia akan mengalami menstruasi, maka ia harus segera melaksanakan shalat ‘isya sebelum haidnya datang. Dan keduanya berdosa jika mereka lalai sehingga kewajiban itu tidak dapat mereka lakukan.
Semua ulama sepakat bahwa mukallaf wajib menentukan niatnya dengan jelas ketika hendak melaksanakan waajib muwassa’ untuk membedakannya dengan ibadah-ibadah lain yang sejenis. Misalnya: jika ia ingin melaksanakan shalat zhuhur, maka niat shalat zhuhur harus terwujud dalam hatinya, karena pada saat itu ia dapat melaksanakan berbagai shalat, dan hanya niatlah yang akan membedakannya.
2C. Waajib Mu-aqqat Dzusy-syabahain
الواجب المؤقت ذو الشبهين هو: الواجب الذي لا يسع غيره من جنسه، ولكنه لا يستغرق كل الوقت المحدد له.
✅ Waajib mu-aqqat dzusy-syabahain adalah kewajiban yang pada waktu pelaksanaannya, ibadah lain yang sejenis tidak dapat dilakukan, tetapi pelaksanaan kewajiban itu sendiri tidak menghabiskan seluruh waktu yang telah ditetapkan untuknya, seperti haji menurut Jumhur ulama dan sebagian ulama Syafi’iyyah. Hal ini karena pelaksanaan haji tidak menghabiskan seluruh bulan-bulan haji sehingga mukallaf dapat melaksanakan amal-amal haji lebih dari satu kali, namun itu tidak dapat menjadikannya berhaji lebih dari satu kali, karena haji hanya dilakukan satu kali setiap tahun.
Jadi dari sudut pandang waktunya yang melebihi kebutuhan pelaksanaannya, haji seperti waajib muwassa’. Namun bila dilihat dari kenyataan bahwa tidak ada haji kedua pada setiap tahun, maka ia seperti waajib mudhayyaq. Oleh karena itu ia disebut waajib mu-aqqat dzus-syabahain (memiliki dua kemiripan).
Bagi ulama yang melihat dari sudut pandang bahwa haji dapat dilakukan kapan saja selama hidup, maka ia adalah waajib muthlaq. Tetapi jika seseorang telah mulai melaksanakannya pada tahun tertentu, maka waktunya telah ditentukan, dalam hal ini, haji mirip dengan waajib mu-aqqat, sehingga ia juga disebut dzusy-syabahain.
📒 Istilah-Istilah Yang Berkaitan Erat Dengan Waajib Mu-aqqat
المصطلحات المتعلقة بالواجب المؤقت: الأداء، والإعادة، والقضاء.
☪️ Al-adaa
الأداء: فعل المأمور به في وقته المقدر له شرعا.
✅ Al-adaa ialah pelaksanaan ibadah yang diperintahkan pada waktu yang telah ditetapkan syari’at, seperti pelaksanaan shalat subuh antara terbit fajar shadiq sampai terbit matahari, dan pelaksanaan puasa Ramadhan di bulan Ramadhan.
☪️ Al-i’aadah
الإعادة: فعل المأمور به في وقته المقدر له شرعا لخلل في الأول.
✅ Al-i’aadah ialah pelaksanaan ibadah yang diperintahkan pada waktu yang telah ditetapkan oleh syari’at (untuk kedua kalinya) karena ada kesalahan pada pelaksanaan yang pertama. Seperti orang yang melaksanakan ibadah dengan meninggalkan rukun, atau syarat sahnya, lalu ia mengulanginya untuk kedua kalinya sebelum habis waktu pelaksanaan ibadah tersebut.
Atau seperti orang yang melaksanakan shalat zhuhur sendirian, kemudian ia menemukan jama’ah shalat zhuhur, maka ia dianjurkan untuk mengulanginya berjama’ah. Oleh karena itu sebagian ulama tidak menyebutkan ungkapan ‘karena kesalahan’ pada definisi i’aadah. Definisi yang mereka sebutkan adalah:
الإعادة: فعل المأمور به في وقته المحدد له شرعا ثانيا.
✅ Al-i’aadah ialah pelaksanaan ibadah yang diperintahkan pada waktu yang telah ditetapkan syari’at untuk kedua kalinya.
Dari kedua definisinya, kita dapat mengatakan bahwa al-i’aadah tidak mungkin dapat dilakukan pada waajib mudhayyaq.
☪️ Al-qadhaa
القضاء: فعل المأمور به خارج الوقت لفوات الفعل فيه لعذر أو غيره.
✅ Al-qadhaa adalah pelaksanaan ibadah yang diperintahkan di luar waktu yang telah ditetapkan syari’at setelah luput melaksanakannya karena alasan atau tanpa alasan yang dibenarkan, seperti orang yang tidak berpuasa karena sakit atau safar di bulan Ramadhan, dan orang yang meninggalkan shalat zhuhur karena tertidur sampai habis waktunya, maka keduanya tetap diwajibkan melaksanakan ibadah yang ditinggalkannya di luar waktunya.
📌 Jenis Kewajiban Menurut Kadarnya
1. Waajib Muhaddad
الواجب المحدد هو: الواجب الذي حدد له الشارع مقدارا معينا.
✅ Waajib muhaddad adalah kewajiban yang kadarnya telah ditentukan oleh syari’at, seperti shalat dengan jumlah rakaatnya, zakat dengan persentasenya, diyat (tebusan untuk korban pembunuhan tak sengaja), kaffarat, dan lain-lain.
Para ulama menyatakan bahwa mukallaf yang belum melaksanakan waajib muhaddad yang berkaitan dengan harta pada waktunya, seperti zakat, maka kewajiban ini menjadi hutang baginya yang harus dibayar sampai kapanpun.
2. Waajib Ghairu Muhaddad
الواجب غير المحدد: الواجب الذي لم يحدد الشارع مقداره.
✅ Waajib ghairu muhaddad ialah kewajiban yang kadarnya tidak ditentukan oleh syari’at. Syari’at menyerahkan ketentuan kadarnya kepada para mujtahid berdasarkan kebutuhan dan kemaslahatan, seperti nafkah keluarga, jihad dan infaq fi sabilillah, amar ma’ruf nahi munkar, dan lain-lain.
Berkaitan dengan nafkah kepada istri atau keluarga, ulama hanafiyyah mengatakan bahwa seorang suami yang di masa lalu tidak memberi nafkah tanpa alasan yang dibenarkan tidak dapat dituntut untuk membayar nafkah tersebut sebelum hakim menentukan kadarnya atau sebelum ada kesepakatan kedua pihak atas kadarnya. Karena tuntutan itu hanya dapat dilakukan pada hutang, dan ia baru dapat dikatakan hutang kalau kadarnya telah diketahui.
Namun jumhur ulama menyatakan bahwa ia tetap dapat dituntut terhitung sejak ia tidak memberi nafkah, sebagai pengganti kewajiban yang telah ia lalaikan, meskipun kewajiban itu tidak dapat disebut hutang.
Pembagian kewajiban seperti ini sebagai salah satu contoh kesesuaian, keluasan, dan keluwesan ajaran Islam di setiap tempat dan waktu. Ada kewajiban-kewajiban yang telah ditentukan kadarnya oleh syari’at karena kedudukannya yang amat penting dan asasi yang tidak boleh ada perselisihan di dalamnya, atau karena akal manusia tidak dapat menentukannya sendiri seperti jumlah bilangan raka’at shalat, persentase zakat, dan beberapa hukuman pelanggaran pidana. Dan ada kewajiban lain yang tidak ditentukan kadarnya oleh syari’at dan diserahkan kepada para ulama mujtahidin untuk menentukannya sesuai situasi dan lingkungan yang ada.
📌 Jenis Kewajiban Menurut Sudut Pandang Pelaksananya
1. Waajib ‘Aini (Fardhu ‘Ain)
الواجب العيني: ما توجه فيه الطلب اللازم إلى كل مكلف.
✅ Waajib ‘aini adalah kewajiban yang dituntut tegas pelaksanaannya dari setiap mukallaf, seperti shalat lima waktu, puasa Ramadhan, zakat, haji, menepati aqad, dan menunaikan hak orang lain atas dirinya.
Tujuan disyariatkannya adalah agar setiap mukallaf berpegangteguh dengannya sehingga ia berdosa jika meninggalkannya.
2. Waajib Kifaa-i (Fardhu Kifayah)
الواجب الكفائي: ما طلب الشارع فعله من جماعة المكلفين، لا من كل فرد منهم.
✅ Waajib kifaa-i adalah kewajiban yang dituntut oleh syari’at untuk dilaksanakan oleh sebagian mukallaf, bukan seluruhnya, seperti jihad fi sabilillah, amar ma’ruf nahi munkar, mengurus jenazah, menegakkan imamah kubra (kepemimpinan tertinggi) di antara kaum muslimin, tafaqquh fid-diin (mendalami agama), mewujudkan keberadaan dokter muslim yang baik, ekonom muslim yang baik, politisi muslim yang baik, dan seterusnya.
((ولتكن منكم أمة يدعون إلى الخير ويأمرون بالمعروف وينهون عن المنكر))
Dan hendaklah ada dia antara kamu segolongan ummat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar. (3:104).
((وما كان المؤمنون لينفروا كافة فلولا نفر من كل فرقة منهم طائفة ليتفقهوا في الدين ولينذروا قومهم إذا رجعوا إليهم لعلهم يحذرون))
Tidak sepatutnya bagi orang-orang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (9:122).
Tujuan waajib kifaa-i adalah terwujudnya pelaksanaan kewajiban dan maslahat darinya, bukan agar setiap mukallaf melakukannya. Jika tidak ada yang melaksanakannya, maka semua berdosa, karena kewajiban ini diarahkan untuk umum, meskipun pelaksanaannya cukup dilakukan oleh sebagian orang yang dapat mewujudkan maslahat dan tujuan kewajiban tersebut. Jika sudah ada yang melaksanakan tetapi belum mencukupi kebutuhan mewujudkan maslahat umum tersebut, maka yang lain wajib membantu agar maslahat yang diperlukan itu terwujud. Oleh karena itu Imam Syafi’i menyebutnya sebagai ‘aam yuraadu bihii al-khushuush (kewajiban untuk umum dengan maksud khusus).
Agar kewajiban ini dapat terlaksana dengan baik, maka setiap mukallaf yang mampu melaksanakannya harus berupaya melaksanakannya, dan mereka yang tidak mampu melakukannya harus mendorong yang mampu agar melakukannya. Dengan demikian, terciptalah ta’awun (kerja sama) dalam masyarakat Islam.
Demikian juga, menjadi kewajiban rakyat untuk mengontrol pemerintahnya agar memperhatikan pelaksanaan fardhu kifaayah ini, karena pemerintah mewakili rakyatnya dalam mewujudkan kemaslahatan umum, dan karena pemerintah memiliki semua sarana untuk itu.
✅ Fardhu kifaayah ini dapat berubah menjadi fardhu ‘ain jika maslahatnya tidak terwujud tanpa keterlibatan semua pihak dalam pelaksanaannya, seperti jihad mengusir musuh dari sebuah negeri muslim apabila pengusiran itu tidak dapat dilakukan kecuali dengan keterlibatan semua warga, atau jika tidak ada orang lain yang mampu melakukannya seperti mengobati orang yang sakit di sebuah desa bagi seorang dokter, jika tidak ada dokter lain di desa itu.
📌 Jenis Kewajiban Menurut Amal Yang Diperintahkan
1. Waajib Mu’ayyan
الواجب المعين هو: ما طلبه الشارع بعينه من غير تخيير للمكلف بين أمور مختلفة.
✅ Waajib mu’ayyan adalah perbuatan yang dituntut tegas oleh syari’at untuk dilaksanakan tanpa memberikan pilihan lain bagi mukallaf, seperti shalat, zakat, puasa, mengembalikan barang milik orang lain, dan lain-lain. Mayoritas kewajiban termasuk ke dalam jenis ini.
2. Waajib Mukhayyar
الواجب المخير: ما طلب الشارع فعله من أمور مختلفة.
✅ Waajib mukhayyar adalah kewajiban yang dituntut oleh syari’at untuk dilakukan dengan memberikan pilihan-pilihan, seperti pilihan kaffarat melanggar sumpah antara memberi makan 10 orang miskin, memberi pakaian untuk mereka, dan memerdekakan seorang budak, dan jika salah satu dari ketiganya tidak dapat dilakukan, diberikan pilihan terakhir yaitu berpuasa 3 hari, dalam situasi seperti itu, berpuasa tiga hari dapat kita sebut waajib mu’ayyan. Allah swt berfirman:
((لا يؤاخذكم الله باللغو في أيمانكم ولكن يؤاخذكم بما عقدتم الأيمان فكفارته إطعام عشرة مساكين من أوسط ما تطعمون أهليكم أو كسوتهم أو تحرير رقبة فمن لم يجد فصيام ثلاثة أيام…))
Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksudkan (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kaffarat (melanggar) sumpah itu ialah memberi makan sepuluh orang miskin dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka, atau memerdekakan seorang budak. Barang siapa yang tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kaffaratnya puasa selama tiga hari… (5:89).
Atau seperti perlakuan terhadap tawanan perang antara membebaskannya atau menerima tebusan, sebagaimana firman-Nya:
((…حتى إذا أثخنتموهم فشدوا الوثاق فإما منا بعد وإما فداء حتى تضع الحرب أوزارها))
Sehingga apabila kamu telah mengalahkan mereka maka tawanlah mereka dan sesudah itu kamu boleh membebaskan mereka atau menerima tebusan sampai perang berhenti. (47:4).
Atau seperti pilihan dalam haji antara haji ifraad, atau tamattu’, atau qiraan.
Mukallaf dianggap telah melaksanakan kewajiban, jika ia telah menunaikan salah satu pilihan yang diberikan syari’at. Dan ia berdosa jika semua pilihan itu ia abaikan.
📌 Jenis Kewajiban Menurut Kebolehan Penghapusannya
✅ Sebuah kewajiban jika tujuan pelaksanaannya adalah maslahat umum atau kepentingan memelihara agama, maka kewajiban itu disebut haqqullah (kewajiban yang menjadi hak Allah). Jika tujuan suatu kewajiban adalah maslahat individu secara khusus, maka ia dinamakan haqqu al-‘ibaad (kewajiban yang menjadi hak hamba). Bila dalam sebuah kewajiban ada maslahat umum sekaligus maslahat individu, namun maslahat umum lebih besar, maka ia dimasukkan ke dalam hak Allah, jika sebaliknya, ia termasuk hak hamba.
Dinamakan hak Allah karena kewajiban tersebut mengandung maslahat bagi manusia secara umum, sehingga ia dinisbatkan kepada Rabb manusia.
1. Kewajiban Yang Menjadi Hak Allah
حقوق الله تعالى هي: الواجبات التي لا يجوز لأحد إسقاطها، وإنما تسقط بالمسقطات الثابتة بالأدلة الشرعية.
✅ Kewajiban yang menjadi hak Allah swt adalah kewajiban yang tidak dapat dihapuskan oleh seorangpun, ia hanya dapat diganti dengan cara tertentu jika memang ada cara yang ditentukan oleh dalil-dalil syar’i yang menyatakan penggantiannya.
Diantara kewajiban yang termasuk ke dalam hak Allah adalah shalat lima waktu, zakat, shaum Ramadhan, kaffarat, masa ‘iddah, pelaksanaan hukuman dera 100 kali bagi pezina ghairu muhshan, dan lain-lain.
Diantara cara penggantian dalam pelaksanaan kewajiban yang ditetapkan syari’at adalah fidyah dengan memberi makan orang miskin. Fidyah dijadikan pengganti kewajiban shaum bagi orang tua yang tidak dapat melaksanakan puasa Ramadhan dan tidak dapat pula melakukan qadhaa.
Kewajiban yang menjadi hak Allah ini tidak dapat digugurkan oleh siapapun karena tujuan pelaksanaannya adalah maslahat umum atau kepentingan memelihara agama. Begitu pula bila dalam sebuah kewajiban ada maslahat umum sekaligus maslahat individu, namun maslahat umum lebih besar, maka ia dimasukkan ke dalam hak Allah yang tidak dapat digugurkan. Bila maslahat individu lebih besar ia tergolong hak hamba.
Dinamakan hak Allah karena kewajiban tersebut mengandung maslahat bagi manusia, sehingga ia dinisbatkan kepada Rabb manusia.
2. Kewajiban Yang Menjadi Hak Hamba
حقوق العباد هي: الواجبات التي تسقط بإسقاط مستحقيها.
✅ Kewajiban yang menjadi hak hamba adalah kewajiban terhadap orang lain yang dapat dihapuskan oleh maaf atau kerelaan dari orang tersebut, seperti qishash, hukuman dera 80 kali bagi penuduh orang lain berzina tanpa 4 orang saksi, kewajiban ganti rugi, dan lain-lain. Ia boleh digugurkan karena tujuan pelaksanaannya adalah maslahat individu secara khusus.
📕 Muqaddimah Wajib
مقدمة الواجب نوعان: مقدمة الوجوب ومقدمة الوجود.
✅ Yang dimaksud dengan muqaddimah wajib adalah sesuatu yang tanpanya sebuah kewajiban belum dapat terlaksana. Dalam hal ini, muqaddimah wajib dapat kita bagi menjadi dua: muqaddimah wujuub, dan muqaddimah wujuud.
مقدمة الوجوب: هي التي يتعلق بها التكليف بالواجب.
📌 Muqaddimah wujuub adalah sesuatu yang dengannya status kewajiban atas mukallaf baru berlaku, seperti: masuknya waktu shalat, haul dalam zakat, dan istitha’ah (kemampuan) dalam ibadah haji. Artinya jika belum masuk waktu maghrib misalnya, maka shalat maghrib hari itu tidak diwajibkan kepada mukallaf, jika belum terjadi haul, maka zakat tidak diwajibkan atasnya, bila belum ada istitha’ah, haji tidak diwajibkan atasnya.
Para ulama menyatakan bahwa muqaddimah wujuub ini bukanlah kewajiban mukallaf, karena ia berada di luar kesanggupannya.
مقدمة الوجود: هي التي تتوقف عليها صحة أداء الواجب.
📌 Muqaddimah wujuud ialah sesuatu yang menentukan sah tidaknya pelaksanaan kewajiban, baik menurut syariat seperti wudhu untuk shalat, maupun menurut akal sehat seperti menempuh perjalanan dalam haji.
Muqaddimah wujuud ini ada yang berada di luar kesanggupan mukallaf seperti kehadiran jama’ah dengan jumlah tertentu dalam shalat Jum’at, maka ia bukan merupakan kewajiban mukallaf.
Sedangkan yang menjadi kesanggupan mukallaf diantaranya adalah menyempurnakan puasa hingga masuk ke sebagian malam untuk memastikan kewajiban pemenuhan seluruh waktu siang, membasuh sebagian kepala agar terpenuhi kewajiban membasuh seluruh muka. Inilah yang dimaksudkan oleh kaidah:
ما لا يتم الواجب إلا به فهو واجب.
Sesuatu yang menjadi penentu terlaksananya kewajiban berarti ia adalah kewajiban pula.
📕 Kewajiban itu Bertingkat-tingkat
✅ Kewajiban di dalam Islam tidak dapat disamakan urgensinya antara satu dengan yang lain. Ada kewajiban-kewajiban yang sangat penting melebihi kewajiban yang lain, seperti beriman kepada Allah, shalat lima waktu, zakat, puasa Ramadhan, dan haji.
Tentang tingkatan kewajiban ini Rasulullah saw bersabda:
((رأس الأمر الإسلام، وعموده الصلاة، وذروة سنامه الجهاد)) (رواه الترمذي)
Pokok segala urusan adalah Islam, tiangnya adalah shalat, dan puncaknya adalah jihad. (HR. Tirmidzi).
Bahkan sebuah kewajiban pun berbeda-beda tingkat kepentingannya, berinfaq kepada orang miskin tidak sama dengan berinfaq kepada orang miskin yang terancam kematian karena kelaparan, atau terancam pemurtadan karena kemiskinannya.
📕 Pahala Pelaksanaan Kewajiban
Pelaksanaan kewajiban memerlukan kerelaan hati agar dinilai sebagai ibadah. Barang siapa melaksanakannya dengan niat taqarrub kepada Allah, ia akan mendapat pahala perbuatannya, sedangkan orang yang melakukannya karena terpaksa, maka ia tidak akan meraih pahala, meskipun kewajiban itu mungkin gugur dari pundaknya, seperti orang yang diambil zakat hartanya secara paksa oleh pemerintah Islam, atau memberi nafkah kepada keluarganya karena terpaksa.
Referensi:
✅ Al-Wadhih fi Ushul Al-Fiqh Lil Mubtadi-in, Muhammad Sulaiman Al-Asyqar
✅ Al-Wajiz fi Ushul Al-Fiqh, Abdul Karim Zaidan
✅ Ushul Al-Fiqh Al-Islami, Muhammad Az-Zuhaili
Posting Komentar untuk "AL-IIJAAB & AL-WAAJIB (UF-005) Bagian 2"
Hindari kata-kata yang mengandung pornografi, penghinaan dan kebencian serta pelanggaran hukum yang berlaku.